ML dengan Daun Muda bag 2

Cerita sebelumnya ML dengan Daun Muda bag 1

Layaknya sekumpulan anak kecil yang sedang berebut mainan, mereka semua tidak mau kalah ingin menjadi yang pertama kali mencobloskan penis mereka ke dalam vaginaku yang masih sangat sempit walaupun sudah tidak perawan lagi. Sepertinya mereka tidak pernah habis pikir betapa beruntungnya berkesempatan mencicipi tubuh seorang gadis muda.


"Udah dong Bapak-Bapak jangan pada rebutan gitu…!!" kataku dengan nada kesal melihat tingkah mereka.


"Ja-jangan marah dong Neng Tita. Iya deh kami semua nggak bakal berebutan lagi…" jawab Pak Wawan sedikit gugup.


"Ya udah… Biar adil gimana kalau saya aja yang milih?" tanyaku.


"Boleh juga idenya Neng Tita tuh!" kata Pak Jono.


Aku melihat ke arah penis mereka berempat dan aku menemukan kalau penis Pak Bara adalah yang paling besar di antara yang lain, hitam serta dipenuhi urat-urat menonjol. Maka aku memilih penis Pak Bara untuk mengisi liang vaginaku, lalu aku memilih penis milik Pak Wawan yang tidak kalah besar untuk aku hisap.


"Maap ya Bapak-Bapak saya duluan…!! Kalo udah rejeki nggak bakalan  kemana deh… Hahaha…" kata Pak Bara sambil tertawa penuh kemenangan.


"Ayo ke sini Neng…" ajak Pak Bara yang sudah berada di atas tikar.


Tanpa perlu disuruh lagi, aku mendekati Pak Bara yang sudah kelihatan bernafsu sekali melihat kemulusan tubuhku yang terlihat seksi karena penuh dengan keringat, tidak hanya karena udara di dalam yang memang gerah, namun juga karena perlakuan mereka terhadapku tadi. Kemudian aku naik ke atas tubuh Pak Bara lalu membimbing penisnya untuk masuk ke dalam vaginaku.


"Saya masukin penis Bapak pelan-pelan dulu ya…" aku berkata kepada Pak Bara yang hanya mengangguk sambil tersenyum memandangi wajahku.


Karena kondisi di dalam vaginaku mulai mengering akibat cairan orgasme yang keluar tadi sudah habis dihisap oleh Pak Bara dan ketiga Bapak-Bapak yang lain, ditambah ini adalah pertama kalinya vaginaku dimasuki oleh penis berukuran besar, maka penis Pak Bara sangat sulit untuk masuk sepenuhnya.


"Heeeemhhh…" aku merasa bagian dalam vaginaku sudah benar-benar penuh dengan batang besar milik Pak Bara yang baru menancap setengahnya.


Batang penis Pak Bara itu membuat liang vaginaku terasa begitu sesaknya. Urat-urat pada batang penis itu berdenyut- denyut menambah sensasi yang kurasakan. Vaginaku memang belum pernah merasakan dimasuki oleh batang penis yang begitu besar dan kokoh seperti ini.


"Aaaaaah… Memeknyaaa sempiiiit bangeeet!! Untung banget deh gue bisa ngentotin Neng Tita!! Eemmhh… Oooohh…" komentar Pak Bara.


"Oooooohhh… Aaaaaahhhh… Enaaaakkk bangeeeeet Paaak…!!" erangku karena tidak kuat merasakan sensasi luar biasa yang ditimbulkan dari tusukan penis Pak Bara pada vaginaku.


Pak Bara membiarkanku agar terbiasa dengan ukuran penisnya. Namun tetap saja penisnya belum dapat masuk semuanya ke dalam vaginaku. Untungnya vaginaku tidak terasa perih sehingga aku dapat menikmatinya. Di saat yang bersamaan Pak Bara juga menjilati payudaraku dan menggesek-gesekkan kumisnya ke putingku yang membuat birahiku semakin memuncak.


"Aaaaaaaaaahhhh…" aku semakin mendesah menerima sodokan penis sekaligus jilatan pada payudaraku.


Kemudian aku menggoyangkan pinggulku dengan liar diatas penis Pak Bara. Dia hanya bisa meringis dan mengerang, terutama saat aku membuat gerakan meliuk yang membuat penisnya seolah-olah dipelintir olehku. Aku bahkan semakin terangsang ketika melihat ekspresi kenikmatan di wajah Pak Bara.


"Aaaaahhhh…!! Ooohhhh… Aaahhkkhhhh…!!" erangku dengan mata tertutup.


Di tengah-tengah persetubuhanku dengan Pak Bara, aku masih sempat melihat Pak Jono dan Pak Diman sedang mengocok penis mereka sendiri. Sepertinya mereka berdua sudah sangat terangsang melihat pemandangan menggiurkan di depan mereka sekaligus tidak sabar ingin mencicipi tubuhku.


"Sepongin kontol Bapak dong Neng. Daripada mulutnya nganggur…" tiba-tiba Pak Wawan berdiri di hadapanku dengan senyum yang memuakkan sambil mengarahkan penisnya ke arah wajahku.


Dengan tidak sabaran, Pak Wawan menjejali mulutku dengan penisnya, penis itu ditekan-tekankan ke dalam mulutku hingga wajahku hampir terbenam pada bulu-bulu kemaluannya. Aku sempat mengernyitkan dahiku menahan mual karena bau penisnya yang sangat menyengat. Namun setelah beberapa lama menghisap penis Pak Wawan, aku pun sudah mulai bisa menikmatinya.


"Gilaaaa!! Maanteebb bangeeet sepongan kamu Neng…!!!" ceracau Pak Wawan.


Aku pun menelan penis Pak Wawan hingga menyentuh daging lunak di  tenggorokanku. Kedua buah zakarnya juga aku pijati lembut dengan jari-jari tanganku yang membuat pemiliknya semakin mendesah tidak karuan karena menikmati pelayanan dari mulut serta tanganku sekaligus.


"Oooohhh… Eeenak bangeeet!! Masih muda tapi udah jago bangeeet nyepongnyaaa…" teriak Pak Wawan keenakan.


Seperti tidak mau kalah dengan Pak Bara, Pak Wawan pun juga ikut menyetubuhi mulutku. Dia memaju-mundurkan pantatnya dan merasakan sentuhan dari rongga mulutku. Setelah beberapa menit kumainkan di dalam mulutku, penis Pak Wawan mulai berkedut-kedut.


Dan tidak lama kemudian Pak Wawan berteriak "Neng Titaaaaaa!! Oooooh… Enaaaaaak…!! Bapaaaak keluaaaaaar!!"


'Croot… Croot… Crooot' semburan hangat sperma milik Pak Wawan akhirnya keluar di dalam mulutku hingga membasahi kerongkongan.


"Aaaaaaaaaaagh… Oooooooooh…" Pak Wawan melenguh panjang dan meremas-remas rambutku


"Eeeeemmmmhhh… Sluuuuurp… Sluuurrpp…" aku menikmati sperma milik Pak Wawan yang keluar sangat banyak sehingga aku harus buru-buru menelannya agar tidak ada yang tumpah.


"Neng Tita cakep-cakep doyan nelen peju…!! Huahahahaha…" komentar Pak Jono sambil tertawa keras melihatku dengan rakusnya membersihkan sisa sperma yang masih menempel di penis Pak Wawan.


"Mana nyangka kalo cewek yang mukanya alim kayak Neng Tita ternyata nggak beda sama jablai yah…!!" Pak Diman ikut berkomentar.


Aku memang sudah benar-benar larut di dalam pesta seks ini sehingga tidak peduli lagi bahwa di mata mereka aku berubah dari seorang gadis yang alim menjadi seperti pelacur murahan.


"Sepongannya Neng Tita emang hebaaat bangeeeeet!! Pasti udah sering ngisep kontol pacarnya ya Neng…" komentar Pak Wawan yang


Tergiur dengan apa yang aku lakukan terhadap penis Pak Wawan, tidak lama kemudian Pak Jono dan Pak Diman langsung mendekat dan berjalan ke depanku lalu mereka menyodorkan penisnya masing-masing ke arah mulutku. Seperti halnya penis Pak Wawan, bau kedua penis ini sungguh tidak enak. Namun karena sudah dalam keadaan terangsang, tanpa ragu lagi aku pun mulai mengocok penis Pak Jono serta mengulum penis Pak Diman secara bersamaan.


"Aaaaaaaahhh… Terrruuuusss Neeeng Titaaaaaa…!!" erang Pak Diman ketika aku sedang mengemut kepala penis serta menyentil-nyentilkan lidahku ke lubang air seninya.


"Neng Tita… Jangan punya Pak Diman doang yang diisepin… Gantian ngemut kontol saya juga dong…!" protes Pak Jono.


"Halaah… Pak Jono jangan ngiri gitu dong…! Pasti Neng Tita doyan nyepong kontol saya soalnya lebih gede…! Bener kan Neng? Huahahaha…" ujar Pak Diman yang sepertinya tidak rela apabila harus berbagi dengan temannya.


Sebenarnya pertanyaan yang diberikan oleh Pak Diman tadi memang benar. Namun untuk mencegah agar jangan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan aku bersikeras untuk tidak menjawabnya. Aku lalu bergantian memaju-mundurkan batang kejantanan Pak Diman dengan tanganku secara perlahan, sementara mulutku menghisap penis Pak Jono.


"Aduuuh… E-enaaaak bangeeeet Neng!! Aaaaaaaaaah…" kata Pak Jono dengan bergetar.


"Mmmmmhh… Ceeepp… Cckkk… Sluuuurp…" mulutku terus berdecak-decak ketika mengulum secara bergantian kedua batang penis berwarna hitam dan berbau tidak sedap ini.


Mungkin karena aku sudah lama tidak menerima serangan sekaligus seperti ini, aku pun cepat mencapai orgasme hanya dalam waktu kurang dari 10 menit.


"Ooooooooohh… Aaaaaaggggh…" sambil melepas sebentar hisapanku pada penis Pak Jono aku pun mengerang panjang karena tidak tahan dengan nikmat yang mendera.


Karena vaginaku sudah licin oleh cairan orgasme, maka penis Pak Bara dapat amblas sepenuhnya. Aliran cairan vaginaku tertahan oleh penis Pak Bara yang sedang keluar masuk vaginaku sehingga berbunyi setiap kali Pak Bara memasukkan penisnya ke dalam vaginaku.


Penis itu terasa seperti sedang menyodok bagian terdalam dari vaginaku, mungkin itu rahimku. Aku hanya bisa mengerang tanpa berani menggeliat, walaupun aku merasakan sakit yang bercampur nikmat.


"Ooooh sempiiit bangeeet Neeeng…!! Enaknyaaa… Beda banget sama punya bini sayaaa… Aaaaaaah…" Pak Bara mulai meracau keenakan.


Namun untung saja aku masih dapat mengimbangi kekuatan Pak Bara walaupun sudah mengalami dua kali orgasme. Sementara itu Pak Diman dan Pak Jono menarik penis mereka dari mulutku karena mereka pasti tidak ingin cepat mencapai orgasme.


"Mmmmhhhh… Aaaaaaaaahhhh…!!!" aku mengeluarkan desahan yang sempat tertahan karena tadi mulutku penuh dengan penis.


"Aaaaaah… Enaaak bangeeeet memek kamu Neng…! Kalo tau gini udah Bapak entotin dari dulu…!" ujar Pak Bara sambil terus menusuk penisnya dari arah bawah.


Akhirnya kurang dari 5 menit setelah aku mencapai orgasmeku yang kedua tadi, aku merasakan penis Pak Bara yang sedang mengisi vaginaku mulai berdenyut-denyut menandakan kalau Pak Bara akan mencapai orgasme. Pak Bara mempercepat sodokan penisnya terhadap vaginaku yang membuatku merasa sedikit perih karena penis besarnya itu keluar masuk dengan cepat dan kuat padahal lubang vaginaku masih sangat sempit. Namun setelah terbiasa akhirnya aku menemukan rasa nikmat dibalik rasa perih itu.


"Aaaaahhhh… Neng Titaaaaa!! Bapaaakkk… Keluuaaaaaaarrrr!!!" teriak Pak Bara.


"Keluariiiin di daleeem ajaaa Pak…!! Aaaaaaaaah…" pintaku dengan lirih.


"I-iyaaaa Neng…! Enaaaaakk!!! Aaaaaaaaaaahh…!!" teriakan Pak Bara semakin lepas.


Dan tidak lama kemudian, Pak Bara sudah menyemburkan spermanya yang hangat ke dalam rahimku. Ketika nafas Pak Bara mulai tersengal-sengal, dia memutuskan untuk menghisap-hisap payudaraku dengan mulutnya sambil menunggu penisnya memuntahkan semua isinya ke dalam vaginaku. Lama-kelamaan semburan sperma Pak Bara semakin melemah hingga akhirnya berhenti sama sekali.


Baru sekitar 2 menit aku mengatur nafas dan tenagaku untuk menghadapi Pak Diman dan Pak Jono, ternyata Pak Bara mau aku bersimpuh di hadapannya lalu bertumpu dengan kedua lututku. Aku yang sudah mengerti maksud Pak Bara, langsung mengambil penisnya yang masih berlumuran sperma dan juga cairan vaginaku, kemudian membersihkan penis Pak Bara hingga spermanya tak tersisa lagi.


"Neng Tita bener-bener luar biasa…! Baru kali ini Bapak ngeluarin peju segini banyaknya…" ujar Pak Bara.


"Pak… Saya kan udah bersihin sperma Bapak sampai nggak ada sisanya nih… Sekarang saya mau main sama yang lain dulu yah…" pintaku dengan lembut kepada Pak Bara.


"Ya udah sekarang Bapak mau istirahat dulu deh Neng…" jawab Pak Bara.


"Pak Bara kalo mau ngobrol entar aja…!! Saya udah kebelet pengen ngentotin Neng Tita nih!!" teriak Pak Diman.


"Iya… Iya…! Sekarang gantian Pak Diman yang sikat memeknya Neng Tita sana…!" kata Pak Bara sambil menggenggam penisnya yang masih tegang lalu berpakaian kembali.


"Sekarang Neng Tita rebahan yah…" perintah Pak Diman.


Tampaknya kali ini giliran aku yang ada di posisi bawah. Setelah menuruti perintah Pak Diman, aku pun menekuk kedua kakiku lalu melebarkannya untuk bersiap disetubuhi oleh Pak Diman dan Pak Jono. Melihat pemandangan tersebut, kedua Bapak itu malah diam sejenak untuk mengagumi keindahan vaginaku yang masih rapat dan tanpa bulu itu dengan wajah penuh birahi.


Mungkin karena sebelumnya sudah ada kesepakatan di antara Pak Diman dengan Pak Jono, maka Pak Diman yang akan mengambil giliran selanjutnya untuk menyetubuhiku. Aku pun menyibakkan bibir vaginaku untuk mengundang penis Pak Diman agar segera masuk ke dalam.


"Ngimpi apaan saya semalem bisa ngentot sama Neng Tita…" kata Pak Diman dengan noraknya.


Lalu tanpa berbasa-basi lagi, Pak Diman segera menyergap dan menindih tubuh mungilku. Dengan penuh nafsu Pak Diman menjejalkan penisnya yang tidak kalah besar dari milik Pak Bara ke dalam vaginaku. Kedua mataku terbelalak merasakan kembali sesaknya vaginaku. Kemudian Pak Diman diam sejenak untuk menikmati liang vaginaku yang terasa begitu hangat dan sempit.


"Enaaaak bangeeet memeek kamu Neng!! Udaah lamaaa Bapaaak pengeen ngerasain memeeek Neng Titaaaaa…" sambil menyetubuhiku Pak Diman terus memuji vaginaku.


Karena sekarang vaginaku sudah banjir dengan cairanku serta sperma Pak Bara, maka penis milik Pak Diman dapat lebih mudah untuk masuk ke dalam vaginaku. Kini vaginaku sudah dimasuki oleh penis yang berukuran besar untuk kedua kalinya. Namun aku sungguh menikmatinya dengan penuh penghayatan, sampai-sampai dengan tidak sadar aku menutup mataku.


"Oooohh… Aaaahhh… Teeruuss Paaaak…!! Uuuummhhh…" aku semakin menggila saat Pak Diman mulai menggerakkan penisnya di dalam vaginaku.


"Ooohh… Memeknya Neng Titaaa sempiiit bangeeet!! Kontol saya kayaak diurut-uruuuut!!" wajah Pak Diman yang buruk rupa itu terlihat keenakan.


Penis itu terasa seperti sedang menyodok bagian terdalam dari vaginaku. Aku hanya bisa mengerang tanpa berani menggeliat, walaupun aku merasakan sakit yang bercampur nikmat. Tanpa sadar, kakiku melingkari pinggang Pak Diman, seakan tidak ingin penisnya terlepas. Sekarang kedua tangan Pak Diman mulai menggenggam kedua payudaraku lalu meremasinya dengan agak kasar.


"E-eeenak bangeeet ngentotiiin Neng Titaaa…!! Ooooooh…" Pak Diman terus meracau di sela-sela persetubuhan kami.


"Aaaaaahhh… Oooooohh… Mmmmhhhhhhhh…" desahku karena tidak bisa menahan rasa nikmat yang menyerang.


Karena sudah tidak sabar menunggu, Pak Jono mulai menaruh penisnya di depan mulutku yang masih belepotan sperma dari Pak Wawan dan Pak Bara. Tanpa malu-malu lagi aku memegang penis yang sudah sangat tegang itu. Lidahku ikut bermain-main dan menjilati batang penisnya yang tegak mengacung. Dengan terpaksa aku mulai membenamkan penis Pak Jono yang hanya masuk sebagian ke dalam mulutku lalu mengulumnya hingga pipiku terlihat cekung ke dalam.


Aku sempat melirik ke arah Pak Wawan dan Pak Bara sudah duduk memakai celana panjang mereka sambil menghisap rokok dan meminum kopi dengan tontonan mereka yang lebih seru dibandingkan Piala Dunia, yaitu aku yang sedang dikerubuti oleh dua orang lelaki berkulit hitam alias Pak Diman dan Pak Jono.


Baru beberapa menit aku melakukan oral seks, Pak Jono ternyata sudah mencapai klimaks.


"Uhuuuk!! Uuuhuuuuuk…!!" aku yang tidak menyangka kalau penis Pak Jono akan ejakulasi secepat itu sempat tersedak, hingga sebagian sperma tersebut menetes keluar dari mulutku.


Namun seperti sudah ketagihan, aku terus berusaha untuk melahap, menjilati dan mengulum penis itu hingga bersih dari sisa-sisa sperma  yang masih menempel.


"Aaaaaaaaagghh…!!" Pak Jono hanya dapat melenguh pasrah menikmati layanan lidah dan mulutku tanpa dapat berkata apa-apa.


"Lho kok Pak Jono udah keluar aja? Nggak tahan sama sepongannya Neng Tita yah? Apalagi kalo sama memeknya yang masih seret Pak…" kata Pak Bara dengan nada sedikit mengejek disambung tawa Pak Wawan yang duduk di sebelahnya.


Walaupun Pak Jono berusaha untuk tidak mendengarkan komentar dari  teman-temannya, namun tetap saja aku dapat melihat wajahnya yang tersipu malu.


Sementara itu Pak Diman masih terus menggerakkan penisnya ke dalam vaginaku dengan sangat cepat. Saat itu yang dapat terdengar hanyalah suara gesekan penis dengan vagina serta suara desahan nafasku dan Pak Diman yang saling memburu. Sambil menggenjot dia juga bergantian menjilati daerah leher dan payudaraku. Apa yang dilakukan olehnya semakin membakar sensasi seksual tubuhku yang terus menggeliat penuh nikmat.


Sodokan demi sodokan Pak Diman benar-benar luar biasa, seolah memompa gairahku menuju orgasme. Keringat Pak Diman sampai jatuh membasahi tubuhku yang juga tidak kalah basah oleh keringat.


"Aaaaaaaaaaaaahh… Sayaaaaaa keluaaaaarr Paaaak…!!" karena sudah tidak tahan lagi aku melepaskan orgasmeku yang ketiga.


"Oooooohh… Sa-sayaaaa jugaaaaa keluaaaaar Neeeeng…!! Ooooooh…!!!" erang Pak Diman panjang ketika memuntahkan cairan putihnya ke dalam vaginaku bersamaan dengan orgasmeku yang sudah kutahan-tahan dari tadi.


"Eeenngghhh… Eeeemmhhh…" tubuhku mengejang sambil tetap melingkarkan kedua kakiku pada pinggang Pak Diman.


Vaginaku kini terasa hangat oleh semburan sperma milik Pak Diman yang bercampur dengan cairan orgasmeku. Kini daerah sekitar vaginaku yang sudah basah semakin banjir saja oleh sperma, sampai-sampai cairan itu meleleh di kedua pahaku.


"Heeeeeehh… Heeeeeeehh…" nafasku sampai tersengal-sengal karena sudah berulang kali mencapai orgasme.


"Oohh… Enak bener deh memeknya Neng Tita…!!" ungkap Pak Diman ketika sedang mencabut penisnya yang sudah tidak meneteskan sperma lagi.


Pak Diman dan Pak Jono yang sudah selesai menuntaskan nafsu setan mereka kepadaku juga masih terlihat terengah-engah. Sambil mengatur nafas, Pak Jono mencium dan menjilati leherku yang penuh butiran keringat dengan lembut, sedangkan Pak Diman yang tadinya ingin melumat bibirku, namun aku menolaknya karena mau mengatur nafasku dulu, kembali meremas-remas kedua buah payudaraku.


Setelah nafas kami bertiga sudah normal kembali, mereka berdua berjalan untuk mengambil pakaiannya masing-masing. Sedangkan aku berdiri dan bersiap memakai baju serta celana pendekku yang berserakan di depan TV yang sudah tidak menayangkan acara bola lagi.


"Udah dulu yah Bapak-Bapak. Saya mau pulang nih…" aku pamit kepada mereka semua yang masih terlihat kelelahan.


"Jangan pulang dulu dong Neng Tita!" Pak Bara melarangku pergi sambil memegang tanganku.


"Emangnya Bapak-Bapak masih belum puas?" tanyaku.


"Iya!!" jawab mereka hampir bersamaan.


"Tapi kan Bapak-Bapak udah pada lemes kayak gitu. Lagian saya juga udah capek banget nih…" kataku berharap mereka mau mengerti.


"Bentaran juga udah kuat lagi kok Neng…" kata Pak Wawan yang sepertinya masih penasaran karena dia memang belum merasakan bersetubuh denganku.


"Aduh gimana ya? Udah malem banget nih Pak…" aku berusaha mencari alasan untuk menolak permintaan mereka.


"Ayo dong… Neng Tita mau kan?" pinta Pak Wawan dengan memelas.


"Iya Neng!! Kan dingin kalo cuma kami berempat. Kalo ada Neng Tita kan bisa bikin kita-kita jadi anget…" tambah Pak Diman.


"Bapak kan juga belom ngerasain ngentot sama Neng Tita…" sambung pak Jono lagi.


"Ya udah boleh deh. Asal Bapak-Bapak semua mau janji nggak bakal ceritain hal ini sama orang lain. Gimana?" tanyaku.


"Yah kalo itu mah nggak usah disuruh Neng! Masak iya kami mau bilang-bilang sih…" jawab Pak Wawan menyanggupi.


Karena terlanjur menyanggupi permintaan bapak-bapak ini, aku yang baru mengenakan celana dalamku mulai melepaskannya lagi, hingga kini tubuhku sudah dalam keadaan bugil. Penis milik Pak Wawan, Pak Diman, Pak Bara dan Pak Jono yang tadinya sudah dalam keadaan lemas mulai mengeras lagi karena melihat tubuh putih mulusku yang tidak tertutup sama sekali.


Kemudian aku mulai memanggil mereka satu per satu dan membiarkan vaginaku menjadi bulan-bulanan lidah mereka. Bahkan ketika masing-masing sudah mendapatkan jatah untuk mencicipi vaginaku, mereka berempat kembali menjilati seluruh tubuhku sehingga berlumuran air liur mereka.


"Maen lagi yuk Neng Tita…" pinta Pak Wawan tidak sabaran.


"Silakan Bapak-Bapak nikmatin tubuh saya sepuasnya…" kataku mengijinkan.


Lalu dimulailah pelampiasan nafsu bejat empat orang pria tua terhadapku. Kali ini aku disetubuhi oleh empat Bapak-Bapak itu secara bergiliran. Mulai dari Pak Wawan, Pak Jono lalu Pak Diman dan yang terakhir oleh Pak Bara. Mereka juga menikmati tubuhku dengan berbagai posisi.


Karena mereka sangat menikmati himpitan vagina serta teknik oral seks-ku, maka mulai dari vagina, mulut bahkan seluruh tubuhku terus-menerus disemprot sperma oleh mereka berempat. Aku juga sudah tidak bisa menghitung lagi berapa kali aku mengalami orgasme. Setelah sudah benar-benar kelelahan, kami yang masih dalam keadaan bugil beristirahat sembari minum air dan mengobrol.


"Gimana Bapak-Bapak? Udah puas kan sekarang?" tanyaku di tengah-tengah obrolan kami.


"Puas bangeeeet…!! Abisnya udah Neng Tita cakep… Memeknya rapet lagi…!!" jawab Pak Diman dengan cepat.


"Neng, kan dari tadi peju kami berempat dikeluarinnya di dalem… Apa Neng Tita nggak takut hamil?" tanya Pak Bara yang paling banyak menyemprotkan spermanya ke dalam vaginaku.


"Emang Bapak-Bapak nggak mau tanggung jawab kalau nanti saya hamil?" tanyaku memasang wajah serius.


Dengan seketika wajah mereka langsung terlihat pucat mendengar pertanyaanku barusan.


"Hihihi… Bapak-Bapak tenang aja… Saya lagi nggak subur kok sekarang…" tentu saja aku tidak dapat menahan tawa melihat raut muka mereka berempat yang sedang ketakutan.


Akhirnya mereka semua ikut tertawa lega setelah sadar kalau yang kutanyakan tadi hanya sekedar gurauan saja.


"Bapak-Bapak, saya pamit pulang dulu yah. Udah malem banget nih…" ujarku seraya melihat jam di HP-ku yang sudah menunjukkan pukul 12 malam.


"Tapi kapan-kapan Neng Tita mau nemenin kami jaga lagi kan?" tanya Pak Diman.


"Boleh aja Pak. Asalkan yang lagi jaga Bapak-Bapak berempat…" jawabku sembari memakai pakaianku.


"Gampang! Itu mah bisa Bapak atur!" jawab Pak Bara yang memang bertugas mengatur jadwal jaga.


"Tapi jangan keseringan yah Pak! Lama-lama saya bisa hamil dong…" candaku.


"Hehehe… Pokoknya beres deh Neng!" jawab Pak Wawan sambil tertawa.


"Ya udah saya pulang dulu ya Bapak-Bapak…" kataku sambil bergegas keluar pos jaga karena takut mereka ingin menikmati tubuhku lagi.


"Hati-hati ya Neng…!!" teriak mereka serempak.


Aku pun langsung berlari menuju rumah karena suasana di sekitar rumahku sudah sangat sepi dan gelap. Dalam perjalanan pulang aku sempat mengingat kejadian yang baru aku alami tadi merupakan pengalaman baru dan sungguh memuaskan. Pada dasarnya aku memang sangat menikmati seks keroyokan seperti tadi, apalagi ditambah yang menyetubuhiku adalah Bapak-Bapak yang sudah tentu sangat berpengalaman.


Setibanya di rumah aku melihat lampu sudah gelap dan tidak terdengar lagi suara TV menyala.


"Kayaknya Winnie udah tidur…" pikirku maklum karena sekarang sudah lewat tengah malam.


Setelah mengunci pintu gerbang dan pintu depan, aku langsung menuju ke kamar mandi untuk membasuh tubuhku yang berm******n sperma. Aku memperhatikan vaginaku yang terlihat memerah dan masih terlihat dengan jelas noda bekas sperma. Karena masih terasa sakit, aku membersihkan vaginaku perlahan-lahan dengan sabun khusus hingga noda tersebut benar-benar hilang.


Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, aku merebahkan tubuhku yang sangat lelah setelah hampir 2 jam dinikmati oleh Bapak-Bapak tadi. Untunglah besok hari Sabtu, sehingga aku bisa istirahat seharian penuh. Tak butuh waktu lama aku pun akhirnya tertidur dengan pulas.

Posting Komentar

Related Post