ML dengan Daun Muda

Kisah ini aku alami pada saat demam Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Seperti biasa, hari itu aku pulang dari kantor tepat jam 5 sore. Setibanya di rumah, aku langsung menuju kamar tidurku lalu bersiap-siap untuk mandi kemudian makan malam.

Setelah selesai makan, Winnie, adik perempuanku mengingatkan bahwa Brazil, salah satu tim sepakbola favoritku, akan bertanding melawan Portugal pada pukul 9 malam nanti.

"Masih lama nih bolanya. Luluran dulu ah…" kataku dalam hati sambil menuju kamar tidur.

Sebenarnya dulu aku bukanlah gadis yang terlalu memperhatikan perawatan tubuh. Namun karena tuntutan dari pacarku, saat ini aku mulai lebih sering merawat tubuh. Mulai dari mandi dengan sabun khusus, luluran hingga perawatan di tempat kecantikan. Sekarang aku sudah bisa menuai hasil kerja kerasku merawat tubuh. Kini aku mempunyai kulit yang lebih putih dan halus.

Setelah sekitar 1 jam aku luluran, terdengar teriakan Winnie dari ruang TV "Teh! Bolanya udah mau maen tuh!!"

Aku pun segera membereskan perlengkapan luluran milikku sebelum akhirnya keluar dari kamar tidur dan menuju ke ruang TV. Ketika berada di ruang TV aku sempat bingung karena hanya melihat Winnie saja di sana.



"Nie, Ayah lagi nggak ada di rumah ya?" tanyaku.

"Ada di kamar kok Teh…" jawabnya singkat.

"Kok tumben nggak ikutan nonton Nie? Biasanya Ayah nggak mau ketinggalan kalo lagi ada siaran Piala Dunia…" tanyaku lagi.

"Nggak tau tuh. Ngantuk kali!" jawab Winnie seadanya sambil tetap memperhatikan layar TV.

Tak lama setelah aku duduk di sofa ruang TV, pertandingan pun dimulai. Sebenarnya aku bukanlah penggemar fanatik sepakbola seperti Ayah dan Winnie. Aku hanya mengikuti pertandingan beberapa tim saja, seperti Brazil, Argentina dan juga Spanyol.

"Sayang banget sih Kaka nggak bisa main…" aku mengeluh karena pemain idolaku tidak dapat bermain karena terkena hukuman kartu merah pada pertandingan sebelumnya.

Tanpa terasa babak pertama yang menegangkan berakhir sudah. Mungkin karena tadi aku terlalu bersemangat dalam memberi dukungan kepada Brazil, aku merasa bahwa udara di dalam rumah menjadi sangat gerah. Akhirnya sambil menunggu babak kedua dimulai aku memutuskan untuk keluar rumah.

"Nie, Teteh keluar bentar yah… Gerah banget nih di dalem…" kataku kepada Winnie.

"Iya Teh… Tapi jangan lama-lama… Entar keburu mulai babak keduanya…" kata Winnie mengingatkan.

"Iya… Sebentar aja kok…" jawabku sembari mengikat rambut.

Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar rumahku saja. Malam itu aku memakai baju tipis dan ketat berwarna abu-abu serta celana merah muda yang berukuran cukup ******** Karena tadinya aku tidak berniat untuk keluar rumah, maka aku sengaja tidak memakai bra. Aku sempat memperhatikan putingku tercetak cukup jelas di bajuku ini, tapi aku cuek saja karena aku pikir hanya keluar sebentar dan tidak akan jauh-jauh dari rumah. Setelah menutup pintu depan dan gerbang, aku pun mulai berkeliling di daerah sekitar rumahku.

"Kok tumben ya sepi banget? Pasti karena lagi ada bola deh…" pikirku karena tidak biasanya di sekitar rumahku yang masih terhitung daerah  perkampungan sudah terlihat sepi pada pukul 10 malam.

Tanpa terasa cukup jauh juga aku berjalan dari rumahku hingga akhirnya aku sampai di sebuah pos jaga. Dari kejauhan aku dapat melihat ada empat orang Bapak-Bapak di dalam pos jaga tersebut. Karena penasaran, aku kemudian berjalan mendekati pos jaga yang hanya diterangi oleh pencahayaan seadanya. Ukurannya memang tidak terlalu besar, namun dapat untuk menampung hingga enam orang dewasa.

'Tok… Tok… Tok…' aku mengetuk tiang pos jaga tersebut dengan cukup kencang supaya Bapak-Bapak itu dapat mendengarnya.

"Permisi Bapak-Bapak…" kataku sopan sambil berdiri di depan pintu.

"Eeh, ada Neng Tita…" jawab seorang Bapak yang posisi duduknya paling dekat pintu.

Akhirnya aku dapat mengenali siapa saja yang sedang berada di pos jaga tersebut. Bapak yang duduk paling ujung bernama Pak Wawan, orangnya botak dan gendut tapi terkenal dengan keramahannya. Di sebelahnya bernama Pak Diman, berbadan besar, berkulit hitam, serta wajahnya yang menurutku sangat jelek. Lalu ada Pak Jono, berkulit hitam, rambutnya penuh dengan uban serta memiliki badan paling kurus bila dibandingkan dengan yang lainnya. Dan yang terakhir adalah Bapak yang duduk paling dekat dengan pintu tadi bernama Pak Bara. Kumisnya yang tebal menambah kegarangan wajahnya yang sangar dan penuh luka. Aku maklum saja, karena dulu Pak Bara adalah preman di daerah sini. Mereka semua adalah tetanggaku yang kutaksir usianya kira-kira sama dengan ayahku.

"Neng Tita ngapain malem-malem gini keluar rumah?" sapa Pak Wawan.

"Cari angin aja Pak. Abis gerah banget di rumah…" aku mengatakan hal tersebut sambil mengibas-ngibaskan leher bajuku.

"Oh gitu… Tapi emangnya Neng Tita nggak takut keluar rumah sendirian?" tanya Pak Bara.

"Kan ada Bapak-Bapak yang lagi ngeronda… Jadi saya bisa tenang deh…" jawabku sambil tersenyum.

Sekilas aku dapat melihat keempat Bapak itu memandangi puting payudaraku yang semakin tercetak jelas di baju ketatku akibat keringat yang membasahi tubuh bagian depanku. Mungkin karena sadar aku melihat mereka dengan tatapan curiga, mereka semua langsung terlihat salah tingkah dan mulai mengalihkan pandangan mereka ke arah TV yang sudah menayangkan pertandingan babak kedua.


"Oh iya… Saya boleh ikutan nonton bola bareng Bapak-Bapak nggak?" tanyaku supaya mencairkan suasana.


"Emangnya Neng Tita suka nonton bola juga yah?" tanya Pak Diman.


"Lumayan suka juga sih. Apalagi kalau lagi pas Piala Dunia kayak sekarang…" jelasku kepada Pak Diman.


"Ya udah nonton bareng-bareng aja di sini! Saya sih seneng banget kalo Neng Tita mau nemenin kita-kita nonton bola. Betul kan Bapak-Bapak?" balas Pak Wawan dengan tersenyum lebar sehingga menunjukkan giginya yang tidak terawat.


"Betul!!" Jawab Bapak-Bapak yang lain dengan serempak.


Aku hanya bisa menahan tawa mendengar jawaban dari Bapak-Bapak tersebut yang seperti murid sekolah saat sedang menjawab pertanyaan dari gurunya. Karena merasa akan lebih seru menonton pertandingan bola bersama mereka, tanpa pikir panjang lagi aku pun masuk ke dalam pos jaga tersebut lalu mengambil posisi duduk tepat di tengah-tengah mereka berempat.


Tiba-tiba aku teringat dengan adik perempuanku yang masih menunggu di rumah. Agar dia tidak kuatir aku pun mengirim SMS bahwa aku sedang menonton bola di rumah tetanggaku. Aku juga mengingatkannya agar tidak perlu mengunci gerbang dan pintu depan apabila aku pulang agak malam. Setelah yakin SMS-ku sudah terkirim, aku pun menonton bola bersama bapak-bapak tersebut sambil menikmati hidangan seadanya.


Terkadang aku dapat mendengar ungkapan-ungkapan kasar keluar dari mulut mereka ketika mengomentari jalannya pertandingan.


"Aduuuh… Maap yah Neng kalo kata-kata kami kasar…" kata Pak Bara.


"Aahh… Nggak apa-apa kok Pak… Namanya juga lagi nonton bola…" sahutku memaklumi.


"Iya nih Neng Tita… Abisnya kami nggak biasa ngeronda ditemenin sama perempuan… Hehehe…" timpal Pak Diman yang membuatku tertawa.


Walaupun sedang serius menonton bola, aku dapat merasakan mata mereka tidak henti-hentinya mencuri pandang ke arah paha putih mulusku dan juga ke bagian payudara yang seolah-olah mengalahkan daya tarik pertandingan Brazil melawan Portugal. Mereka terus menatapnya dengan tidak berkedip atau lebih tepatnya tidak mau berkedip. Aku yakin saat ini mereka semua pasti mulai terangsang dan ingin sekali dapat menikmati tubuhku.


Sebenarnya aku sempat merasa takut juga dengan tatapan penuh birahi dari mereka yang seolah-olah membuat tubuhku seperti tidak memakai sehelai benang pun. Namun karena libidoku saat itu sedang cukup tinggi, maka terlintas di pikiranku untuk mulai menggoda bapak-bapak tersebut. Apalagi selama ini aku belum pernah memiliki pengalaman melakukan persetubuhan dengan orang yang jauh lebih dewasa.


"Hoaaaaaahm…" aku berpura-pura mengantuk lalu menyenderkan badanku di dinding pos jaga.


Kemudian aku menutup kedua mata supaya Bapak-Bapak itu dapat merasa lebih leluasa untuk menggerayangiku apabila aku sedang dalam keadaan tertidur pulas. Dan tepat seperti dugaanku tadi, setelah aku pura-pura tertidur, aku merasakan kedua tanganku diangkat ke atas oleh salah seorang dari mereka. Lalu orang tersebut mulai memegangi pergelangan tanganku dengan cukup kencang.


"Kayaknya godaanku udah mulai berhasil nih…" kataku dalam hati.


"Eh, tutup dulu pintunya biar aman…" walaupun mataku tertutup, aku dapat mengetahui bahwa suara tadi adalah milik Pak Wawan.


Tidak lama setelah aku mendengar suara pintu pos jaga ditutup, aku merasakan ada sebuah tangan mulai meraba-raba pahaku yang kemudian disusul oleh sebuah tangan yang besar dan kasar menyusup masuk ke dalam bajuku lalu meremas-remas kedua buah payudara milikku sekaligus memainkan putingnya. Mungkin karena melihat aku tetap tertidur, perlahan-lahan tangan yang tadinya meraba-raba pahaku mulai merambat ke atas hingga sampai ke payudaraku. Aku bahkan dapat mendengar suara nafas mereka yang semakin memburu. Tampaknya mereka sudah terbakar nafsu. Aku sendiri berusaha keras meredam gairahku yang mulai naik.



"Eeeeeennggh…" aku akhirnya mengeluarkan desahan lembut menggoda ketika merasakan ada dua buah tangan secara bersamaan memilin kedua puting payudaraku.


Sementara itu aku merasakan ada sepasang tangan lain yang menarik celana pendek dan juga celana dalamku hingga melewati kedua kakiku.


"Memeknya cakep amat…! Nggak ada jembutnya…" terdengar suara berbisik di bawah sana.


Perasaanku seperti tersengat ketika dengan perlahan jari-jari tangan tersebut mulai menyentuh dan menekan-nekan vaginaku yang sudah tidak tertutup apapun. Jari-jari tadi merayap masuk dan menyentuh dinding kewanitaanku sehingga birahiku naik dengan sangat cepat. Tiba-tiba aku merasakan benda tumpul dan basah, yang kuduga itu adalah sebuah lidah, mulai menyentuh bagian dalam vaginaku.


Saat itulah aku pura-pura mulai tersadar lalu membuka kedua mataku dengan pelan.


"Eennngghh… Kuraaaang ajaaaarr!!" teriakku pura-pura marah agar tidak terkesan seperti aku yang menginginkannya.


"Toloong Paak…!! Ja-jangaaan!! Jaaangaaa… Mmmmmhhh…!!!" kataku terputus karena tiba-tiba mulutku dibekap oleh seseorang yang tadi ada di belakangku.


Aku melanjutkan sandiwaraku dengan terus meronta-ronta karena tidak ingin menjatuhkan harga diriku di depan mereka. Rupanya Pak Diman dan Pak Jono yang memainkan kedua buah payudaraku, sedangkan Pak Bara asyik menikmati vaginaku dengan lidahnya.


"Pantes aja ada rasa gelinya…" pikirku dalam hati karena kumis Pak Bara terus menggesek-gesek bibir luar vaginaku sehingga menimbulkan sensasi yang berbeda.


Akhirnya aku benar-benar larut dalam kenikmatan yang sedang melanda diriku. Tubuhku serasa lemas tak berdaya membiarkan mereka menjarah seluruh bagian tubuhku. Aku benar-benar terbuai dikeroyok seperti ini. Melihatku semakin pasrah, Pak Diman dan Pak Jono mulai mengangkat kaosku ke atas hingga kedua payudaraku terlihat.


"Waaaah teteknya Neng Tita mulus bangeeet!!" komentar Pak Diman yang tepat berada di depan payudara kananku.


"Bener Pak Diman!! Udah pahanya mulus, teteknya putih lagi…" tambah Pak Jono ikut mengomentari payudaraku yang putih mulus terpampang dengan jelas di depan matanya.


"Mendingan Neng Tita nurut sama kita-kita aja deh! Daerah sekitar sini kan udah pada sepi… Jadi percuma aja kalo mau teriak…" kata Pak Wawan dengan nada sedikit mengancam.


Aku hanya bisa menganggukkan kepala tanda setuju walaupun masih sedikit terkejut dengan ancaman Pak Wawan tadi. Karena yakin sudah menguasaiku, pelan-pelan Pak Wawan melepaskan bekapannya pada mulutku sehingga aku merasa sangat lega. Baju yang tadinya masih menempel pada bahuku mulai dilepas oleh Pak Wawan hingga kini aku pun sudah dalam keadaan telanjang bulat.


Melihat diriku yang sudah pasrah tak berdaya mereka mulai mengerubuti dan menggerayangi tubuhku. Pak Diman dan Pak Jono meremas-remas kedua payudaraku dengan brutal sehingga membuat tubuhku merasa panas dingin. Tidak cukup puas hanya meremas-remas buah dadaku saja, Pak Diman kemudian menghisap payudaraku yang sebelah kanan, sedangkan Pak Jono mengenyot payudara bagian kiriku.


"Aaaaaaaaaaaah…." aku berteriak akibat perlakuan mereka pada tubuhku.


"Teteknya Neng Tita emang manteb banget dah!!" ujar Pak Diman.


Kelihatannya Pak Bara sama sekali tidak tertarik dengan apa yang dilakukan oleh teman-temannya terhadap tubuh bagian atasku. Dia masih terlihat menikmati bibir luar hingga rongga dalam vaginaku lalu  melakukan jilatan-jilatan dan menyedotnya. Tubuhku menggelinjang merasakan birahi yang memuncak karena merasa geli sekaligus nikmat di bawah sana.


"Memek cewek jaman sekarang emang enaaak…!! Emmmhh… Udah gitu wangi banget lagiii…!! Sluuuurp…" kata Pak Bara di sela-sela menikmati vaginaku.


"Jilatiiiin terrrrusss vaginaaa sayaaa Paaak!!! Ooooooohhh… Aaaaaaahhh…" aku mengerang-erang keenakan.


Sekarang Pak Diman, Pak Jono dan Pak Bara sudah mendapatkan jatah mereka masing-masing. Pak Wawan yang sepertinya juga tidak ingin ketinggalan mulai menciumi leher mulusku yang semakin menggiurkan karena basah oleh keringat. Rambutku yang dalam keadaan terikat memudahkan Pak Wawan untuk melanjutkan aksinya dengan menjilati leher, telinga serta tengkukku.


"Eeeeeemmhhh…. Eeeeemmmhhh… Aaaaaaaaahh" erangku ketika mulai dikeroyok oleh mereka berempat.


Setelah Pak Wawan puas bermain di bagian leherku, dia menarik kepalaku dengan perlahan ke arah belakang sehingga kepalaku agak mendongak ke atas. Dengan penuh nafsu Pak Wawan langsung mencumbu serta melumat bibirku, lalu dia menyelipkan lidahnya masuk ke dalam mulutku hingga aku gelagapan. Walaupun bau nafas Pak Wawan sungguh tidak enak, tetapi yang bisa kulakukan hanyalah membuka mulutku dan membiarkan Pak Wawan memainkan lidahnya di dalam mulutku.


Kini, tubuhku sudah seperti boneka bagi mereka, karena mereka bisa berbuat sesuka hati terhadap tubuhku. Mereka menikmati jatah mereka dengan penuh nafsu. Pak Diman dan Pak Jono terus menjilati kedua buah payudaraku serta menggigit kecil kedua putingku putingku yang sudah menegang itu. Pak Wawan terus menerus memainkan lidahnya di dalam mulutku, dan aku juga membalasnya dengan memainkan lidahku sehingga lidah kami saling membelit. Aku dapat merasakan kalau ludah kami berdua menetes-netes di sekitar bibir karena kami berciuman sangat lama.


Dikerubuti dan dirangsang sedemikan rupa membuat aku merasakan gejolak yang luar biasa melanda tubuhku tanpa bisa kukendalikan.


"Ooooh… Aaaaaaaaah… Nngggg… Aaaaaaaaagh…" aku mengerang dan menjerit keenakan.


Pak Bara kini semakin membenamkan kepalanya di antara kedua pahaku, dan karena agak geli akupun merapatkan kedua pahaku sehingga kepala Pak Bara terhimpit oleh kedua paha mulusku.


"Enak ya Neng Tita… Sluuuurrpp… Dijilatin Bapak? Eehmmm… Sluuurrp…" tanya Pak Bara tanpa menghentikan jilatan dan hisapannya pada vaginaku terlebih dahulu.


"Eeeeenak bangeeeet Paaak…!!" aku terus mendesah nikmat.


Terus-terusan menerima serangan birahi secara bersamaan dari empat orang pria yang berbeda pada daerah sensitifku, aku jadi tidak kuat menahan lama-lama. Sehingga dalam waktu beberapa menit saja tubuhku sudah seperti tersengat arus listrik yang menandakan kalau sebentar lagi aku akan mencapai orgasme.


"Paaak Baraaaa… Saayaaaa mauuu keluaaaarr!! Aaaaaaaaaaaah….!!!" aku berteriak kencang melampiaskan rasa nikmat di dalam tubuhku.


Tidak lama kemudian cairan orgasmeku mengalir keluar dari vaginaku.  Tubuhku mengejang hebat lalu kedua pahaku menjepit kepala Pak Bara dengan sangat kencang. Pak Bara yang berada tepat di depan lubang vaginaku semakin liar menjilati vaginaku yang sudah sangat basah oleh cairanku tadi.


'Slurrpp… Sluurrrpp…' cairanku yang mengalir deras dilahap oleh Pak Bara dengan rakus.


"Wiiiiiih!! Cairan memeknya Neng Tita manis banget kayak orangnya…!!" komentar Pak Bara.


Setelah cairanku sudah hampir habis dihisap oleh Pak Bara, ketiga Bapak yang tadi masih sibuk dengan bagiannya masing-masing langsung menghentikan aktivitas mereka. Mungkin karena penasaran, mereka bertiga mendekat ke arah vaginaku untuk bergantian menikmati manisnya cairanku.


"Mmmmmmhhhh…" desahku menerima jilatan demi jilatan pada sisa-sisa cairan orgasmeku yang masih ada di sekitar bibir vaginaku hingga mereka semua kebagian.


Karena masih merasa lemas akibat perlakuan mereka, aku menyenderkan tubuhku pada dinding pos jaga. Keempat Bapak ini sepertinya mengerti dengan keadaanku lalu mengisi waktu luang mereka dengan minum kopi. Setelah beristirahat sebentar, aku merasa tubuhku sudah lebih kuat. Aku yang masih belum merasa terpuaskan malah berpikiran untuk bersetubuh dengan mereka.


"Sekarang Bapak-Bapak mau ngapain saya lagi?" tanyaku menantang.


"Kalo Bapak sih pengen banget ngentot sama Neng Tita…!!" jawab Pak Jono dengan penuh semangat.


"Ba-bapak juga!!!"… "Iya!! Bapak juga mau dong!!"… "Bapak apalagi Neng…!!" ujar Bapak-Bapak yang lain seolah tidak mau ketinggalan menikmati tubuhku.


Reaksiku hanya tersenyum, lalu kupasang posisi pasrah dengan membuka kedua pahaku lebar-lebar siap disetubuhi siapapun yang ada disitu. Namun ternyata reaksi mereka sungguh di luar dugaanku. Bapak-Bapak ini hanya diam saja dan tidak terlihat bersiap untuk melakukan seperti yang mereka inginkan tadi. Mungkin juga karena keempat Bapak ini tidak pernah menyangka kalau aku akan mau mengabulkan permintaan mereka begitu saja.


"Ayo dong Bapak-Bapak jangan pada bengong aja…! Katanya mau gituan?" tanyaku yang sudah menjadi semakin liar.


"Beneran nih nggak apa-apa kalo kita entotin Neng Tita rame-rame?" tanya Pak Jono dengan wajah tidak percaya.


"Beneran kok Pak! Masa saya bercanda sih…" jawabku dengan nada serius.


"Wah Bapak-Bapak!! Yang punya udah ngebolehin tuh!!" kata Pak Jono dengan wajah senang sekaligus masih terlihat keheranan mendengar jawabanku barusan.


"Memeknya Neng Tita baru diemut aja udah enak… Apalagi kalo dientot… Hehehe" tambah Pak Bara.


Karena tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan di depan mata, mereka semua langsung membuka pakaian dengan terburu-buru. Bapak-Bapak ini pasti sudah sangat tidak sabar ingin merasakan kehangatan vaginaku yang sudah kupasrahkan untuk mereka semua. Untuk lebih merangsang mereka lagi, kubuka ikat rambutku sehingga rambutku kini terurai sampai menyentuh bahu. Beberapa menit kemudian keempatnya sudah dalam keadaan telanjang bulat dengan penis mengacung tegak menghadap seorang gadis yang sepantasnya menjadi anak mereka.


"Ya ampun gede-gede banget…!!" ujarku dalam hati.


Tanpa sadar mulutku menganga karena tentu saja aku kaget sekaligus kagum dengan ukuran penis milik Bapak-Bapak ini yang berukuran sekitar 17-18 cm dengan diameter yang sangat besar. Mungkin juga karena selama ini aku baru melihat penis yang ukurannya hanya mencapai 15 cm saja dan jauh lebih kurus dibandingkan penis di hadapanku sekarang. Aku juga masih sempat memperhatikan, betapa kulit keempat Bapak ini hitam dan kasar bila dibandingkan dengan kulitku yang putih mulus.


"Neng Tita pasti bakalan keenakan dientot sama kita-kita deh…" kata Pak Diman kepadaku.


Tadinya aku sempat merasa takut memikirkan Bapak-Bapak yang memiliki penis berukuran raksasa ini akan menjarah habis vaginaku. Namun ternyata membayangkan semua itu malah membuat aku terangsang hebat dan gairahku naik tak terkendali. Aku tanpa sadar menanti dan berharap mereka akan memberikanku kenikmatan melebihi yang baru saja melandaku.


"Siapa yang mau duluan ngentotin Neng Tita?" tanya Pak Bara yang terlihat mengalah dan memberi kesempatan kepada teman-temannya.


"Saya dulu deh… Napsu saya udah di ubun-ubun nih…!!" jawab Pak Wawan.


"Enak ajah…!! Saya juga udah lama pengen ngentotin Neng Tita…!!" teriak Pak Diman tidak mau kalah.


"Nggak bisa…!! Saya yang duluan dong…!! Kan tadi saya yang pertama kali bilang pengen ngentot sama Neng Tita…!!" ujar Pak Jono yang nampaknya sudah sangat tidak sabaran lagi untuk dapat menyetubuhiku.

Cerita Selanjutnya  ML dengan Daun Muda bag 2

Posting Komentar

Related Post